TGH Hadi Sampaikan Ceramah pada Kuliah Umum Prodi HTN

Memasuki tahun baru 2019, Prodi Hukum Tata Negara (HTN/Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga mengadakan Kuliah Umum dengan mengundang Yang Berhormat Dato’ Seri Tuan Guru Haji Abdul Hadi Awang, Presiden Partai Islam se-Malaysia (PAS), Rabu, 9/01/2019.

Dr. Moh. Tamtowi, M.Ag., Sekretaris Prodi HTN dalam sambutannya berharap kehadiran TGH Hadi untuk silaturrohim ini bisa ditingkatkan menjadi shilatul’ilmi yg akhirnya nanti bisa membangun sebuah shilatulhadlarah. Dari kunjungan-kunjungan dan silaturrohim seperti ini ada pertautan ilmiah dan akhirnya mampu membangun sebuah peradaban Islam bersama yg lebih baik dan lebih mampu untuk memperjuangkan hak-hak kaum muslimin.

TGH Hadi, pada acara ini, berbicara tentang pentingnya siyasah dalam Islam. Manusia tidak hanya mempunyai jasad, tapi juga ruh, akal dan hidup bermasyarakat sehingga memungkinkan mereka menjadi khalifah di bumi ini. Khilafah adalah iqamah ad-din wa siyasah ad-dunya; menegakkan agama (Islam) dan siyasah, yakni berpolitik memimpin manusia dengan Islam.

Para nabi dan rasul disamping berdakwah juga bersiyasah. Dari Nabi Adam AS sampai pada Nabi Akhir Zaman Muhammad SAW. Semua nabi dan rasul itu tidak hanya menghadapi rakyat biasa tetapi juga menghadapi pemerintah di zamannya masing-masing sehingga siyasah atau strategi dakwah menjadi sangat penting.

Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah setelah ditolak oleh penduduk Mekkah. Di Madinah beliau mendirikan negara masyarakat majemuk yang mengayomi umat Islam dan kalangan non-Islam.

Dari Madinah, Nabi SAW mengirim surat ke raja-raja di wilayah sekitar Madinah. Mereka menerima surat itu. Penerimaan ini merupakan bentuk pengakuan Madinah sebagai sebuah negara.

Demikian juga, Nabi SAW menerima Perjanjian Hudaibiyah meski isinya banyak merugikan umat Islam. Ide di balik Perjanjian ini adalah pengakuan terhadap Madinah sebagai sebuah negara yang berdaulat.

Di sini, Nabi SAW memerintah dengan mengikuti prinsip-prinsip dalam ilmu politik dan undang-undang bernegara. Madinah ketika itu mempunyai lima syarat penting bagi sebuah negara: pertama, negara (wilayah), yaitu Madinah; kedua, rakyat yaitu Muhajirin, Anshar dan kalangan non-Islam; ketiga, pemimpin, yaitu Nabi Muhammad SAW; keempat, kelembagaan, yaitu Piagam Madinah; dan kelima, kedaulatan, sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat.

Siyasah juga dilakukan oleh para penyebar Islam di Nusantara sehingga Islam dapat diterima dan berkembang dengan baik. Misalnya, dalam kitab-kitab mazhab Syaf’i, yang bisa menjadi ahl al-dzimmah, rakyat dalam negara Islam, hanya ahl al-kitab dan Majusi. Adapun musyrik, Hindu dan Budha tidak bisa menjadi rakyat. Mereka harus diperangi atau dibunuh. Sedang dalam kitab-kitab mazhab Hanafi, musyrik, Hindu dan Budha bisa menjadi ahl al-dzimmah.

Para penyebar Islam di Nusantara yang bermazhab Syafi’i mempraktekkan siyasah syar’iyyah. Mereka tidak hanya membaca kitab-kitab kuning, tapi juga membaca sejarah ulama-ulama penulis kitab-kitab itu.

Imam Syafi’i lahir di Hijaz, mazhabnya berkembang di Mekkah, Madinah, Thaif, Jeddah dan Mesir di mana tidak ada pemeluk Hindu dan Budha sehingga mazhabnya hanya membolehkan ahl al-kitab dan Majusi. Sedangkan Imam Abu Hanifah, mazhabnya berkembang dari Iraq ke India, sehingga mazhabnya membolehkan Hindu dan Budha menjadi ahl al-dzimmah. Ini adalah siyasah syar’iyyah yang dipraktekkan ulama-ulama dalam menegakkan syariat. (hk)