Merenungkan Makna Hari Lingkungan Hidup Sedunia
Saban tanggal 5 Juni, kita kembali memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Sebagaimana dimafhumi, Hari Lingkungan Hidup Sedunia sejak ditetapkan pada tahun 1972 silam telah menjadi media bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mengampanyekan pentingnya kelestarian lingkungan.
Tandasnya, melalui Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini, UNEP mampu mempersonalisasi masalah lingkungan dan memungkinkan semua orang untuk menginsafi bahwa problem tersebut tak hanya merupakan tanggung jawab mereka, tetapi sesungguhnya kekuatan mereka juga bisa menjadi agen perubahan dalam mendukung pembangunan yang berkeadilan.
Peringatan ini merupakan perayaan lingkungan hidup terakbar di seluruh dunia. Sebagai milik seluruh masyarakat, hari peringatan ini memberikan kans kepada semua orang untuk menjadi fragmen dari aksi universal dalam menyuarakan proteksi terhadap planet bumi, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang berkesinambungan serta gaya hidup ramah terhadap lingkungan. Ringkasnya, peringatan ini dilakukan untuk tujuan menyerukan kesadaran lingkungan kepada masyarakat global. Terlebih, hingga kini krisis lingkungan hidup masih menjadi tantangan besar bagi dunia, tak terkecuali pula di Indonesia.
Konteks Indonesia
Jika kita mengerucutkan masalah lingkungan untuk konteks di Indonesia, maka jangan heran jika kita akan mendapatkan banyak sekali senarai problem lingkungan yang telah terjadi. Untuk Indonesia, menjadi penting terkait peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia dalam relasinya merevitalisasi eksistensi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut tandas berbunyi: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Konteks hari ini dengan segala beleid pemerintah terkait SDA yang dimilikinya seakan mengesampingkan khitah ketentuan pasal tersebut. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan SDA selama ini masih jamak yang tak pro-lingkungan. Tragisnya, kebijakan yang tak pro-lingkungan di negeri ini hampir berada di seluruh lini pengelolaan SDA.
Alhasil kerusakan lingkungan hidup di Indonesia makin hari kian bertambah parah. Bisa dikatakan Indonesia mengalami degradasi mutu lingkungan sangat serius. Tak pelak, negeri ini tercatat sebagai negara dengan indikator kerusakan lingkungan hidup tertinggi di dunia.
Sungai Citarum telah dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia. Selain itu, laju kerusakan hutan kita selama 1 dekade terakhir sudah mencapai sekitar 2 juta hektare per tahun. Belum lagi emisi gas rumah kaca kita sudah menempati urutan ketiga tertinggi di dunia karena berbagai kasus kebakaran hutan dan deforestasi yang amat masif. Maka menjadi tak mengejutkan lagi jika berbagai rentetan kejadian seperti banjir, longsor, curah hujan tinggi yang menerpa negeri ini sejatinya pertanda betapa rentannya tingkat keterancaman lingkungan hidup kita.
Penegakan Hukum
Melihat realitas tersebut, tampak bahwa pengelolaan dan kebijaksanaan yang terlampau lepas kendali menjadi fakta riil yang bertubi-tubi ‘mendera’ bangsa ini. Secara kasat mata keberadaan SDA vis-a-vis dengan kenyataan pemanfaatan alam yang muskil mempertahankan kelestarian lingkungan lantaran telah mengatasnamakan kebijakan.
Masih lemahnya penegakan hukum menjadi biang serta kendala utama, meski di sisi lain kita ketahui bahwa penegakan hukum lingkungan sudah diamanatkan dengan sangat tegas di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Karenanya, UU PPLH saat ini harusnya mampu menjadi sebuah patokan dan refleksi bersama. Sudah barang tentu, UU PPLH ini menjabarkan bagaimana menjamin hak pengelolaan secara bijaksana, menjaga keberlangsungan lingkungan hidup, serta pemanfaatan SDA secara arif demi pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
Bagaimanapun pelaksanaan supremasi hukum lingkungan oleh aparat penegak hukum menjadi sesuatu yang wajib dilaksanakan secara jelas dan tegas. Sehingga semua kalangan masyarakat bersama-sama mematuhi serta menjunjung tinggi keberadaannya. Jika ihwal tersebut bisa dilaksanakan secara konsisten niscaya akan mampu memberi sumbangan signifikan yang dapat menciptakan kelestarian fungsi lingkungan untuk sumber kehidupan bagi generasi mendatang.
Melalui momentum peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini, sudah sepatutnya kita mestinya juga ikut berkontribusi untuk menanamkan sikap cinta dan gerakan peduli terhadap lingkungan. Bagaimanapun melindungi lingkungan adalah kewajiban kita bersama.
Ditulis oleh: Yulianta Saputra, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
(Artikel ini sebelumnya sudah pernah diterbitkan di kolom Opini Koran Kedaulatan Rakyat, edisi 05 Juni 2021, halaman 11)