Sinergi Nasional: Forum Dekan FSH PTKIN Bahas Akselerasi Akademik
Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menjadi tuan rumah Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) PTKIN se-Indonesia yang berlangsung pada 18-21 Februari 2025. Forum ini membahas berbagai isu strategis terkait pengembangan Fakultas Syariah dan Hukum, seperti gelar kesarjanaan, pengakuan alumni, nomenklatur program studi, kurikulum, akreditasi, serta percepatan kenaikan pangkat dan profesorisasi dosen. Selain itu, forum ini juga menyoroti efisiensi anggaran serta peluang bagi alumni.
Sebanyak 50 peserta dari 22 Fakultas Syariah dan Hukum di seluruh Indonesia hadir secara langsung dalam forum ini. Sementara itu, beberapa dekan, wakil dekan, serta ketua dan sekretaris program studi yang tidak dapat hadir secara fisik mengikuti secara daring melalui Zoom. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga diwakili oleh Wakil Dekan II dan Wakil Dekan III, karena Dekan dan Wakil Dekan I berhalangan hadir akibat jadwal wisuda mahasiswa yang bertepatan dengan forum tersebut.
Dua narasumber utama dalam forum ini adalah Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., selaku Direktur Pendidikan Tinggi Islam, serta Prof. Dr. Slamet Wahyudi, S.T., M.T., dari BAN-PT. Prof. Sahiron menekankan bahwa akreditasi formal, baik dari BAN-PT maupun LAM, harus mencerminkan keunggulan substansial, bukan sekadar pencapaian administratif. Menurutnya, transfer ilmu dan dorongan bagi mahasiswa untuk terus meningkatkan kemampuan akademik merupakan aspek yang lebih penting. Ia juga mengungkapkan bahwa Direktorat Pendidikan Tinggi Islam telah menyusun beberapa program internasionalisasi, seperti perankingan world-class, pengiriman profesor tamu (visiting professor) ke luar negeri, dan program pertukaran mahasiswa. Selain itu, pihaknya sedang mengembangkan skema pemagangan bagi mahasiswa dan alumni PTKIN guna meningkatkan daya saing di dunia kerja.
Sementara itu, Prof. Slamet Wahyudi menjelaskan bahwa Lembaga Akreditasi Mandiri Gama (LAMGAMA) masih dalam tahap inisiasi, dengan instrumen yang sebagian besar menyerupai Lembaga Akreditasi Mandiri Kependidikan (LAMDIK). Ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa program studi berbasis Syariah dan Hukum, seperti Hukum Ekonomi Syariah (HES) dan Hukum Keluarga Islam (HKI), bisa saja dinilai oleh pihak yang tidak memiliki latar belakang keilmuan di bidang tersebut. Selain itu, ia juga menyoroti keterbatasan anggaran, di mana Diktis hanya memiliki dana sebesar Rp1,5 miliar untuk akreditasi LAMGAMA. Jika dana tersebut dibagi rata sebesar Rp30 juta per program studi, maka hanya dapat mencakup 50 program studi dari sekitar 400 yang ada.
Prof. Slamet juga menekankan bahwa ke depan, standar pendidikan tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah atau BAN-PT, melainkan oleh perguruan tinggi itu sendiri. Oleh karena itu, ia mendorong agar standar yang ditetapkan oleh rektor lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). Ia juga menyoroti perdebatan mengenai Dosen Tetap Perguruan Tinggi Swasta (DTPS), di mana menurutnya kompetensi lebih penting daripada linieritas jenjang pendidikan. Dengan kata lain, asalkan dosen memiliki kompetensi yang sesuai dengan core keilmuan program studi, maka perbedaan latar belakang pendidikan S1, S2, dan S3 tidak menjadi masalah.
Sebagai tindak lanjut dari diskusi ini, Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN akan mengirimkan surat resmi kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) untuk menyampaikan hasil pertemuan tersebut dan menyuarakan berbagai rekomendasi yang telah disepakati.