Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Kalijaga bekerja sama dengan Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Agama RI menyelenggarakan sosialisasi regulasi pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), pendirian rumah ibadah, serta isu kekerasan di satuan pendidikan. Kegiatan berlangsung pada Rabu, 12 November 2025, di Ruang Technoclass Lantai 1 kampus setempat.
Acara ini dihadiri oleh 10 dosen FSH, 50 mahasiswa program sarjana dan magister, serta 11 anggota tim dari Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri. Mewakili Dekan yang sedang memimpin prosesi wisuda, Wakil Dekan III FSH memberikan sambutan pembuka. Ia menyoroti bahwa Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 masih memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menurutnya, sejumlah pasal dalam PBM tersebut dianggap problematis, terutama ketentuan persyaratan pendirian rumah ibadah yang mengharuskan dukungan 90 pengguna dan 60 pendukung. “Ketentuan ini dinilai sebagian kalangan berpotensi bertentangan dengan Pasal 29 dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 mengenai hak beragama dan kebebasan beribadah,” ujarnya.
Ia juga menyinggung bahwa PBM tersebut belum mengakomodasi keberadaan penghayat kepercayaan, padahal Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 97/PUU-XIV/2016 telah menegaskan pengakuan konstitusional terhadap kelompok tersebut. Selain itu, komposisi FKUB dan kewenangannya dalam memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadah turut menjadi sorotan publik.
Wakil Dekan III memberikan ilustrasi mengenai ketidaksalingpahaman antarkelompok agama. Menurutnya, perbedaan denominasi dalam agama Kristen membuat jemaat tidak dapat bergabung dalam satu gereja yang sama, berbeda dengan perbedaan mazhab dalam Islam seperti NU, Muhammadiyah, maupun Sunni dan Syiah yang masih memungkinkan beribadah bersama dalam satu masjid.
Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Agama, Imam Syaukani, S.Ag., M.H., dalam sambutannya menjelaskan alasan pentingnya sosialisasi ini. Ia menceritakan bahwa Menteri Agama pernah menerima laporan hasil riset yang menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa terkait PBM Nomor 9 dan 8 mencapai 0 persen. “Terlepas dari metodologinya, temuan itu mendorong Kementerian Agama untuk segera menggencarkan sosialisasi regulasi ini,” ungkapnya.
Ia turut memaparkan posisi peraturan dalam hierarki hukum. Menurutnya, keputusan menteri merupakan aturan pelaksana, sementara PBM memang tidak dikenal dalam teori perundang-undangan namun secara praktik banyak diterbitkan dan digunakan pemerintah. Selain itu, PBM Nomor 9 dan 8 tengah diupayakan untuk ditingkatkan status hukumnya melalui penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres). Meski telah dirancang sejak 2021, RPerpres ini hingga kini belum disahkan.
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Saan, S.H., M.H., ketua tim perumus RPerpres tentang pendirian rumah ibadah. Ia menjelaskan sejumlah pokok perubahan dan penguatan regulasi yang sedang diusulkan dalam rancangan tersebut.