Kampanye yang Bermartabat
Kampanye yang Bermartabat
Yulianta SaputraS.H., M.H.
Dosen Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pemilu 2024 diharapkan menjadi momen kritis dalam histori bangsa ini, yang mana kontinuitas demokrasi kita tergantung pada bagaimana kita mengimplementasikan proses pemilihan ini dengan bermartabat. Pada pemilu yang akan dilaksanakan secara serentak, kontestan yang akan berlaga meliputi tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden; 18 partai politik di tingkat nasional dan enam partai politik di aras lokal; 668 calon anggota Dewan Perwakilan Daerah; 9917 calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Kini peluit pertandingan antarpeserta Pemilu 2024 pun telah ditiup. Tahapan pemilu memasuki fase krusial, yakni masa kampanye. Sebagaimana sudah dimaklumi bersama, telah ditetapkan bahwasanya tanggal 28 November 2023 merupakan hari perdana dimulainya waktu kampanye untuk para peserta Pemilu 2024. Seperti kita pahami pula bahwa kampanye adalah suatu kanal atau program yang esensial dalam mendukung "pesta" pemilu.
Kampanye akan dilaksanakan hingga 10 Februari 2024 atau kurang lebih selama 75 hari, di mana terbagi ke dalam dua etape. Pertama, tahapan pelaksanaan kampanye melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada publik, pemasangan alat peraga kampanye (APK), maupun debat pasangan calon presiden dan wakil presiden serta media sosial, yang dimulai tanggal 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Kedua, tahapan pelaksanaan kampanye via rapat umum dan iklan media massa cetak, media massa elektronik, serta media daring, yang dimulai tanggal 21 Januari 2024 hingga 10 Februari 2024. Selama waktu dua setengah bulan itu para peserta pemilu dipersilahkan saling beradu visi, misi, beserta program-programnya. Mereka akan berkompetisi mendiseminasikan konsep dalam rangka merayu para pemilih.
Mereka juga akan menyuguhkan “pusparagam” gerakan dan manuver guna mencari atensi para pemilih.Dalam hal ini, substansinya para kontestan pemilu diberi kans guna memanfaatkan ruang serta waktu yang telah ditetapkan untuk mempengaruhi calon pemilih sebelum mereka mencoblos di bilik-bilik suara secara simultan pada 14 Februari tahun depan.
Salah satu kunci keberhasilan pemilu sejatinya adalah seberapa berkualitas dilaluinya masa kampanye. Untuk itu, momen kampanye ini para peserta pemilu harus berkampanye dengan patuh regulasi. Patokan-patokan kampanye mestinya dipahami sebaik mungkin oleh saban kontestan.Toh, telah ditandaskan pula hal-ihwal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan tatkala kampanye.
Dari segi materi kampanye, aturannya tandas memberikan demarkasi asertif bahwasanya inti kampanye dilarang mempersoalkan dasar negara kita, yakni Pancasila ataupun Pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kampanye juga tak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat membahayakan keutuhan NKRI; tidak melakukan penghinaan terhadap seseorang atau hal yeng berkaitan dengan Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA), calon, dan/atau peserta pemilu yang lain; tak mengagitasi dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; tidak mengganggu ketertiban umum; tak mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan pada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain. Selain itu pula, tidak diperbolehkan merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu; tak menjanjikan atau memberikan uang maupun materi lainnya kepada peserta kampanye.
Sesuai Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) Nomor 28 Tahun 2018 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Perbawaslu Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum, kampanye juga mesti dilakukan secara sopan (menggunakan bahasa atau kalimat yang santun dan pantas ditampilkan pada khalayak); tertib dalam artian tak mengganggu kepentingan umum; mendidik (memberikan informasi yang berfaedah serta mencerdaskan pemilih); bijak jua beradab (tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan, atau pasangan calon lain); lalu tak pula bersifat provokatif.
Rambu-rambu regulasi yang ada tersebut apabila dilanggar pastinya bisa berujung dengan pemberian sanksi, mulai dari yang ringan(berupa peringatan) sampai yang berat, seperti dianulirnya sebagai peserta pemilu hingga sanksi pidana. Atas kausa tersebut, penting kiranya dimengerti bahwasanya dengan memperhatikan dan mematuhi rambu-rambu regulasi a quo, niscaya para peserta kampanye dapat terhindar dari sanksi yang ada.
Kegiatan kampanye yang dilakukan oleh para peserta pemilu sesungguhnya merupakan proporsi dari apa yang dinamakan pendidikan politik, maka dari itu sejatinya ikhtiar mengejawantahkan kampanye bermartabat di kalangan elite sentrum harus jua mendapatkan vibrasinya hingga tataran level masyarakat akar rumput.
Pola komunikasi elite politik hendaknya mampu meliterasi semangat dan kesadaran berperilaku harmonis serta rasional di kalangan warga hingga kapabel menembus sekat-sekat perbedaan kelompok sosial yang ada.Elite politik di sini mesti terbiasa membangun integritas politik dari dalam diri juga lembaganya sehingga edukasi kampanye kepada publik bisa dimulai dari keteladanan menghargai disparitas, baik itu via ucapan, gestur, dan sikap nyata, aksentuasinya di media sosial, media massa serta media elektronik.
Hentikan politik ‘persilatan lidah' yang tak perlu, politik saling menyalahkan dan bikin gaduh di mana bisa mendegenerasi bibit-bibit kebersatuan maupun kerukunan dalam masyarakat. Dus, pada akhirnya dengan mengamalkan kampanye bermartabat sesungguhnya pula merupakan bagian integral dari proses demokratis yang sehat. Klimaksnya, dari perihal ini semestinya bisa menjadi suatu kontinum yang sangat memungkinkan pemilih untuk membuat keputusan terinformasi serta notabene dapat menyukseskan kontestasi pemilu sebagai democratic party nan jujur, adil, jua beradab. (artikel ini sebelumnya sudah dimuat di detik.com pada rubrik kolom, edisi Rabu 29 November 2023)